Oleh: Syifa K. Hanief
Isu pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) atau lebih awamnya dikenal dengan Pemekaran Wilayah ini merupakan sebuah isu vital dalam dinamika politik dalam negeri dan masih menjadi salah satu fokus pemerintah dari tahun ke tahun yang banyak menuai kontroversi. Adapun keputusan pemerintah terhadap hal ini adalah menetapkan kebijakan moratorium pembentukan DOB pada 2021, baik melalui pemekaran atau penggabungan wilayah yang disampaikan oleh Wapres Ma’ruf Amin Desember 2020 lalu.
Seperti yang dilansir oleh Sekertariat Kabinet RI menerangkan hasil evaluasi pemerintah bahwa pembentukan DOB dinilai menambah beban finansial bagi negara karena sumber pendanaannya yang masih sangat bergantung kepada APBN dan secara administrasi wilayah-wilayah DOB tersebut belum dapat mandiri secara fiskal.
Dalam rapat audiensi Komisi II DPR RI dengan Tim Pemekaran Papua yang digelar pada 25 Januari 2021 lalu, Anwar Hafid, selaku anggota Komisi II membenarkan tentang adanya keterbatasan persetujuan oleh pemerintah pusat terkait pemekaran wilayah.
“Karena saya kira bukan hanya Nias dan Papua yang menghendaki hal ini, tetapi ada banyak sekali daerah di Indonesia ini yang tertunda. Termasuk pimpinan di daerah saya juga Provinsi Sulawesi Timur itu salah satu yang sudah sekian lama berjuang tapi sampai detik ini belum juga dapat persetujuan”, tutur Pak Anwar Hafid.
Beliau juga memaparkan problematika dan hambatan dalam memperjuangkan persetujuan pembentukan DOB. Yang pertama mencakup soal wilayah perbatasan antara wilayah yang dimekarkan dengan wilayah yang ditinggalkan. Kedua, persoalan tarik-menarik Ibu Kota dan biasanya tanggapan pemerintah pusat adalah langsung memberhentikan pembahasan soal itu.
Sebagaimana berdasarkan analisa dari UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mana UU tersebut menjelaskan persyaratan untuk memekarkan satu daerah, termasuk ketentuan apabila satu daerah akan dimekarkan, maka daerah tersebut harus melalui tahapan persiapan. Secara empirisnya selama ini pemerintah hanya berfokus kepada pemekaran dan telah mengabaikan solusi bagi daerah yang gagal melaksanakan otonomi daerah.
“Salah satu alasan moratorium waktu itu karena banyaknya persoalan sosial yang terjadi di beberapa daerah pemekaran akibat perebutan Ibu kota karena satu-satunya cara untuk bisa memeratakan pembangunan di Indonesia ini adalah pemekaran”, papar Pak Anwar
Dalam perkataan tersebut, beliau menegaskan bahwa titik permasalahannya bukanlah terletak pada rentan kendali melainkan masalah ketidak adilan. Dengan menimbang dan meninjau dari realita bahwa banyak daerah-daerah di bagian pelosok Indonesia tidak mendapat kesejahteraan pembangunan, maka dengan adanya pemekaran wilayah ini mereka akan cepat mendapatkan kesejahteraan yang setimpal tersebut seperti di daerah-daerah maju lainnya.