in

Anwar Hafid; Jangan Lagi Ada Air Mata untuk Tenaga Kesehatan Kita

Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai dengan Juli 2021, jumlah dokter yang gugur karena Covid-19 sudah mencapai angka 545 orang. Bila dihitung  dengan jumlah tenaga kesehatan lain tentu angka itu menjadi lebih besar lagi. 

Akibat pandemi, hanya dalam tempo kurang dari dua tahun, korban jiwa tenaga kesehatan kita sudah begitu besar. Padahal, untuk mendidik seorang dokter di butuhkan lama pendidikan dengan rata-rata lima sampai enam tahun untuk lulus pendidikan profesi. Belum lagi bagi pendidikan dokter spesialis bisa mencapai waktu rata-rata 10-12 tahun. 

Begitu pula tenaga keperawatan dan pendidikan medis lain dengan rata-rata waktu empat sampai enam tahun untuk masa pendidikan mereka. Sebuah waktu yang tentu tidak singkat. 

Data World Bank (2017) pada lima tahun terakhir, Indonesia merupakan negara terendah kedua di Asia Tenggara bagi rasio kecukupan dokter yakni  0,4 dokter per seribu penduduk. 

Artinya, Indonesia hanya memiliki empat dokter yang melayani sepuluh ribu penduduknya. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Singapura yang memiliki dua dokter per seribu penduduk. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar dan wilayah geografis terluas di Asia Tenggara.

Konsekuensi dari rendahnya ketersediaan dokter dan perawat menjadi begitu terasa di tengah pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun. Beban kerja para dokter dan tenaga kesehatan menjadi berat untuk menghadapi ledakan pasien yang terus meningkat akibat Covid-19. 

Kondisi ini semakin diperparah dengan fasilitas kesehatan kita yang tidak merata di seluruh daerah. Ketersediaan peralatan medis dan alat kesehatan juga menjadi hambatan yang tidak mudah dihadapi di tengah situasi ini. 

Parahnya, segala keterbatasan yang dihadapi tenaga kesehatan kita saat sedang berjuang menghadapi pandemi tersebut semakin memprihatinkan lantaran banyak pemerintah daerah yang belum membayarkan insentif tenaga kesehatan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai 20 Juli 2021, menyampaikan secara terbuka pencairan insentif baru mencapai Rp 245,01 miliar kepada 50.849 nakes. Sementara jumlah nakes daerah bisa mencapai 848.885. Menurut Menteri Keuangan, dengan realisasi yang dibayarkan sekarang baru 50.849 plus 23.991 itu berarti secara total pembayaran tenaga nakes daerah baru mencapai  21 persen. 

Melihat lambatnya pembayaran insentif bagi tenaga kesehatan oleh pemerintah daerah, anggota Komisi II DPR Anwar Hafid ikut angkat bicara. Menurutnya, pemerintah daerah yang belum menyelesaikan hak-hak para pejuang tenaga kesehatan yang sedang berjuang susah payah di tengah pandemi adalah pemerintah yang zalim. 

“Jangan lagi ada air mata bagi tenaga kesehatan Indonesia. Mereka sudah berjuang sepenuh hati dan banyak dari rekan-rekan mereka telah gugur di medan pertarungan pada masa pandemi ini. Maka tugas negara dan pemerintah daerah adalah memberikan fasilitas terbaik bagi tenaga kesehatan kita,” tegas mantan Bupati Morowali ini. 

Bagi Anwar Hafid, sudah saatnya kita memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan para tenaga medis. 

“Data rasio jumlah ketersediaan tenaga kesehatan jauh dari berimbang, jangan lagi jumlah yang sedikit itu kita biarkan berguguran dan terabaikan. Mereka adalah pejuang di medan laga perang melawan pandemi ini,” tegas Anwar Hafid

Sumber: https://readtimes.id/anwar-hafid-jangan-lagi-ada-air-mata-untuk-tenaga-kesehatan-kita/

Anwar Hafid : Kedepankan Testing dan Vaksinasi Ketimbang Batasi Aktifitas Ekonomi

Greysia Polii/Apriyani Raih Emas Olimpiade, Demokrat: Hadiah bagi Kemerdekaan Indonesia