Jakarta – Anggota Komisi II DPR, Anwar Hafid, menyoroti anggaran Pemilu 2024 yang diajukan KPU sebesar Rp86 triliun.
Menurutnya, membangun demokrasi itu tidak boleh dihitung dengan anggaran, karena demokrasi itu memang mahal.
Anwar Hafid lalu membandingkan membangun demokrasi dengan penanganan pandemi Covid-19 yang membutuhkan anggaran mencapai ratusan triliun.
“Kalau dihadap-hadapkan demokrasi dengan pandemi, jauh lebih berbahaya demokrasi yang gagal. Pandemi tidak bisa membubarkan negara, tapi demokrasi yang gagal pasti membubarkan negara. Sehingga demokrasi harus berkualitas. Konsekuensinya adalah anggaran,” kata Anwar Hafid dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Politisi Partai Demokrat ini juga menyoroti penyusunan berbagai jadwal tahapan Pemilu 2024. Ia berpandangan penyelenggara Pemilu jangan terburu-buru menyusunnya dengan mengabaikan proseduran.
Pasalnya, ungkap Anwar, rakyat Indonesia masih butuh belajar demokrasi.
“Jangan kita menganggap rakyat kita sudah mengerti semua soal demokrasi ini bagaimana cara memilih pemimpin. Kita ingin demokrasi kita semakin berkualitas,” katanya.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengusulkan anggaran yang diajukan KPU untuk Pemilu 2024 sebesar Rp86,2 triliun dipangkas. Mengingat Indonesia masih berusaha memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, Mendagri juga menilai anggaran tersebut terlalu tinggi kenaikannya dibandingkan Pemilu 2014 sebesar Rp16,186 triliun dan Pemilu 2019 sebesar Rp27,479 triliun.
Sebelumnya, KPU mengusulkan anggaran sebesar Rp 86,2 triliun untuk penyelenggaraan pemilihan umum serentak pada 2024 mendatang. Komisioner KPU Pramono U Tanthowi menjelaskan honor petugas KPPS menjadi salah satu alasan kenapa usulan anggaran membengkak.
“Terkait anggaran Pemilu 2024, KPU sejauh ini sudah mengusulkan besaran anggaran untuk Pemilu 2024 sebesar Rp 86 triliun dan Pilkada 2024 sebesar Rp 26 triliun. Salah satu yang membengkak yang cukup besar itu yang kita usulkan adalah honor KPPS,” ujar Pramono dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (11/9/2021).
Pramono menilai honor petugas KPPS pada 2019 sangat kecil. Dia pun membandingkan honor KPPS di Indonesia dengan honor petugas TPS di luar negeri, seperti Amerika Serikat.
“Ini sebagai contoh saja, honor KPPS. Honor KPPS pada Pemilu 2019, itu ketuanya Rp 550 ribu, anggotanya Rp 500 ribu. Tanya Bawaslu, pasti jauh lebih besar honornya pengawas TPS,” tuturnya.
“Kita bandingkan dengan negara demokrasi besar lainnya. Misalnya kalau yang negara maju Amerika, itu honor petugas TPS, itu berkisar antara USD 65-100 per hari. Jadi tergantung berapa masa kerja yang direkrut untuk jadi petugas,” sambung Pramono.
Ketua KPU, Ilham Saputra menambahkan “Usulan anggaran KPU untuk tahun 2024, totalnya ada Rp 86 triliun, tetapi ini harus dilihat bahwa merupakan alokasi anggaran tambahan dari pagu alokasi KPU yang sudah diterima tahun 2021,” kata Ketua KPU Ilham Saputra dalam rapat dengan Komisi II DPR, Senin (15/3/2021).
Ilham menuturkan, anggaran tersebut akan bersumber dari APBN tahun 2021 hingga 2025 dengan nilai yang bervariasi.
Ia menyebutkan, anggaran itu terdiri dari Rp 8,4 triliun dari APBN 2021 atau 10 persen , Rp 13,2 triliun dari APBN 2022 atau 15 persen.
Kemudian, Rp 24,9 triliun dari APBN 2023 atau 29 persen, Rp 36,5 triliun dari APBN 2024 atau 42 persen, dan Rp 3,09 triliun dari APBN 2025 atau 4 persen.
Sumber: https://jurnalbabel.com/kpu-ajukan-anggaran-pemilu-2024-sebesar-rp86-triliun-anggota-komisi-ii-dpr-kegagalan-demokrasi-jauh-lebih-berbahaya-dibandingkan-pandemi-covid-19/