PARIMO, nuansapos.com – Kehadiran sosok Anggota DPR-RI dari Komisi II Drs H. Anwar Hafid MSi di pesisir pantai Kelurahan Bantaya – Parigi Kabupaten Parigi Moutong provinsi Sulawesi Tengah saat melakukan reses mendapat sambutan seperti ‘raja’ atas antusiasme konstituennya.
Mantan Bupati Morowali selama dua periode ini dijuluki warga nelayan pesisir merupakan sosok rendah hati dan peduli terhadap rakyatnya walaupun pembuktian awal semenjak dilantik sebagai wakil rakyat DPR-RI perwakilan Sulawesi Tengah tetap berprinsip bahwa dirinya masih ‘berhutang’ Budi di Parimo.
Pantauan media ini, mantan Bupati Morowali dua periode ini saat melakukan pertemuan bersama konstituennya tak lain untuk menyerap aspirasi masyarakat sebagai pegangan untuk dilaporkan di Senayan saat Paripurna berlangsung, dengan menerapkan protokol kesehatan.
Dalam sesi tanya jawab, Anwar Hafid di pusingkan dengan dua pertanyaan dari warga terkait soal mafia tanah yang terlindungi dan tidak diangkatnya pegawai honor K1 hingga dikeluarkan, sedangkan masa pengabdian capai belasan tahun atas nama Ifon Makarama.
Anggota Komisi II DPR Anwar Hafid merespons persoalan pengangkatan tenaga honorer yang belum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Menurut Anwar, ke depan tidak ada lagi istilah ASN untuk tenaga honorer, melainkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) namun harus menjadi perhatian khusus bagi pegawai honor yang level K1 dan K2 belum terangkat.
“Kami sampaikan bahwa untuk kebijakan pemerintah ke depan, memang masih sulit dimasa pandemic saat ini. Persoalannya, setiap anggaran pusat yang dikelola daerah mendapat potongan besar. Tapi hal ini juga tetap menjadi perhatian kami di Komisi II DPR-RI dan ini bukanlah dijadikan janji” kata Anwar dalam keterangannya, Senin (28/12/2022).
Sementara, untuk laporan dugaan terkait permainan mafia tanah di Parigi Moutong sebagaimana disampaikan Zulfikar warga nelayan pesisir Bantaya – Parigi terhadap empat warga yang dikeluarkan dari tanah berair ditempatinya milik negara namun diklaim sebagai pemilik seseorang yang bermata ”cipit’ alias miliki fulus banyak.
“Kami merasa prihatin dengan permainan mafia tanah di Parigi pak…! Ini terjadi beberapa dekade lalu soal sengketa tanah pasir milik negara yang sudah ditempatinya sebelum Parimo jadi Kabupaten, tapi diklaim oleh warga keturunan mata ‘cipit’ adalah miliknya dan sudah dimenangkan di pengadilan (perdata) belum lama ini” urainya.
Anwar Hafid nampak terlihat mencatat dengan serius laporan warga tersebut, sembari memberi jawaban bahwa soal mafia tanah saat ini memang sangat menghawatirkan. Dan ini sudah menjadi kinerja Komisi II untuk mengikuti permainan kotor oknum mafia tanah.
“Di Indonesia saat ini yang trending menjadi fokus kinerja kami dari Komisi II yaitu soal mafia obat terlarang (darurat narkoba) dan kasus mafia tanah yang sangat menghawatirkan, sehingga saat ini pemerintah telah membentuk tim khusus untuk melakukan pemberantasannya” tutup Anwar Hafid dan langsung direspon konstituen yang hadir sekitar 600 orang.