Jakarta – Anggota Komisi II DPR Fraksi Demokrat Anwar Hafid mencecar salah satu calon anggota Bawaslu periode 2022-2027, Subair, soal politik uang. Anwar mengatakan politik uang marak terjadi pada 2024 lantaran terpuruknya ekonomi masyarakat saat ini.
“Pertama bahwa saya tidak mendengar dari penjelasan Pak Subair, salah satu tantangan pelaksanaan pemilu, dari pemilu ke pemilu, adalah maraknya politik uang, dan ini akan semakin diperparah nanti pada 2024, di mana kondisi ekonomi masyarakat hari ini yang sangat terpuruk dengan pandemi itu sendiri,” kata Anwar saat proses fit and proper test di gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Anwar meminta Subair memberikan kiat-kiat untuk mengurangi politik uang tersebut. Dia beralasan, hal itu akan menjadi tantangan berat para anggota Bawaslu di Pemilu 2024.
“Ini adalah tantangan berat bagi bapak kalau terpilih Komisioner Bawaslu, ini pekerjaan berat, kira-kira ada nggak kita-kiat kurangi ini?” cecar Anwar.
Subair lantas memberi jawaban bahwa politik uang bisa ditangani dengan tiga tahap, yakni pencegahan, pengawasan, dan penindakan. Dia mengatakan Bawaslu harusnya menghabiskan waktu dan energi yang lebih besar pada proses pencegahan.
“Saya akan memforsir waktu, energi yang lebih besar untuk pencegahan, dan pencegahan harusnya bukan hanya dilakukan pada masa tahapan, tetapi lebih efektif jika dilakukan di luar tahapan. Kita punya Bawaslu kabupaten kota yang sudah permanen, yang ketika masa non-tahapan sepertinya tidak memiliki pekerjaan dan tugas, dan jika ini dilakukan di luar tahapan saya yakin kita bisa kurangi masalah politik uang,” ucapnya.
Subair beralasan, persoalan politik uang bukan hanya soal hukum melainkan sosiologis dan kebudayaan. Dengan demikian, dia menyebut itu juga harus diselesaikan dengan pendekatan sosiologis, kebudayaan, dan agama.
“Karena masalah politik uang menurut saya bukan hanya soal hukum, tapi lebih ke soal sosiologis, lebih ke soal budaya, dan untuk mengurangi itu maka pendekatan kita pun sebaiknya menggunakan pendekatan sosiologis, menggunakan pendekatan budaya, dan juga mungkin menggunakan pendekatan agama,” ujarnya.
Baru yang terakhir, kata dia, pendekatan hukum sesuai undang-undang yang berlaku. “Jika diperlukan pada masa tahapan baru kita gunakan pendekatan hukum berupa penindakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ucapnya.